Prof. Dr. Al Muhadits Al Allamah Abuya Sayyid Muhammad bin 'Alawi AlMaliki AlHasani |
oleh | Abuya Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki Al-Hasani
diterjemahkan oleh | Ust. Kamal Muhli
الحلقة الرابعة من كتاب مفاهيم يجب أن تصحح
تأليف إمام أهل السنة والجماعة قرن 21 أبوي السيد محمد علوي المالكي الحسني
التحذير من المجازفة بالتكفير 4
وإن الحكم على المسلم بالكفر في غير هذه المواطن التي بيناها أمر خطير ، وفي الحديث (إذا قال الرجل لأخيه يا كافر فقد باء بها أحدهما) رواه البخاري عن أبي هريرة .
ولا يصح صدوره إلا ممن عرف بنور الشريعة مداخل الكفر ومخارجه والحدود الفاصلة بين الكفر والإيمان في حكم الشريعة الغراء .
فلا يجوز لأي إنسان الركض في هذا الميدان والتكفير بالأوهام والمظان دون تثبت ويقين وعلم متين وإلا اختلط سيلها بالأبطح ولم يبق مسلم على وجه الأرض إلا القليل .
كما لا يجوز التكفير بارتكاب المعاصي مع الإيمان والإقرار بالشهادتين ، وفي الحديث عن أنس رضي الله عنه قال صلى الله عليه وسلم : ( ثلاث من أصل الإيمان الكف عمن قال : لا إله إلا الله لا نكفره بذنب ولا نخرجه عن الإسلام بالعمل ، والجهاد ماض منذ بعثني الله إلى أن يقاتل آخر أمتي الدجال لا يبطله جور جائر ولا عدل عادل والإيمان بالأقدار )) .. (أخرجه أبو داود) ..
Jangan Sembarangan Mengkafirkan (4-empat)
Jadi , jika hal-hal yang telah disebutkan di atas diingkari oleh seseorang –atau hanya salah satunya– maka orang itu boleh dinilai kafir atau murtad. Sedangkan terhadap orang-orang yang tidak mengingkari salah satu dari hal-hal pokok tersebut, siapapun tidak boleh menilainya sebagai orang kafir. Dalam sebuah hadist , Rasulullah menegaskan:
” Jika seseoarang berkata kepada saudaranya “HAI KAFIR” maka kekafiran akan kembali kepada salah seorang di antara keduanya “
Sebetulnya menilai kafir atau mukmin itu hanyalah hak orang yang memang – dengan sinar Ilahi dan cahaya syariat Islam – mengetahui sisi perbuatan yang menimbulkan kekafiran , juga mengetahui secara pasti batas yang jelas antara keimanan dan kekafiran di tinjau dari syariat Islam yang mulia dan sempurna.
Jadi tidak boleh sembarang orang memasuki medan seperti ini untuk menuduh kafir terhadap saudaranya yang muslim hanya didasaarkan pada suatu prasangka yang tidak pasti, tanpa menggunakan ukuran yang pasti dan meyakinkan, tanpa ilmu pengetahuan yang jelas dan ukuran yang benar. Jika tidak hati-hati dan banyak sembarang orang memasuki medan ini , maka dapat diduga dengan kuat , tak ada seorang muslim pun yang selamat dari tikamannya; mereka pasti dianggap kafir , terutama ketika tidak sejalan dengan pikiran , pendapat atau mazdhab mereka.
Demikian pula, tidak boleh siapa pun mengkafirkan orang lain hanya karena melihatnya melakukan kemaksiatan (banyak atau sedikit), padahal dia masih mempunyai keimanan dan mengikrarkan dua kalimat syahadat. Dalam hubungan ini, Rasulullah saw –dalam hadits yang diterima Anas bin Malik– bersabda :
“Tiga hal yang merupakan inti (asal) keimanan : berhenti (dari mengkafirkan) dari orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah ; tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut karena dia berbuat dosa. Tidak mengeluarkannya dari (kelompok) islam hanya kerana berbuatan (maksiat) – dan jihad pun tetap berlaku sejak aku diutus menjadi Nabi sampai umatku yang paling akhir (yang) merugikan Dajjal ; jihad tidak akan dibatalkan/dihapus karena kedhaliman orang yang dhalim ataupun keadilan orang yang adil. Dan (yang ketiga) keimanan kepada qadar (H.R. Abu Dawud r.a)”
Bersambung.