Perbedaan Antara ‘Kedudukan Khalik Dan Kedudukan Makhluk (Bag.3)
Dapatkan beragam kitab-kitab Karangan Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani di website www.kitababuya.com
oleh | Abuya Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki Al-Hasani
diterjemahkan oleh | Ust. Kamal Muhlis
الحلقة الثامنة عشرة من كتاب مفاهيم يجب أن تصحح
تأليف إمام أهلالسنة والجماعة قرن 21 أبوي السيد محمد علوي المالكي الحسني
مقام الخالق ومقام المخلوق3
أما الغلو الذي يعني التغالي في محبته وطاعته والتعلق به ، فهذا محبوب ومطلوب كما جاء في الحديث : (لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم)
والمعنى أن إطراءه والتغالي فيه والثناء عليه بما سوى ذلك هو محمود ، ولوكان معناه غير ذلك لكان المراد هو النهي عن إطرائه ومدحه أصلاً ومعلوم أن هذا لا يقوله أجهل جاهل في المسلمين ، فإن الله تعالى عظم النبي صلى الله عليه وسلم في القرآن بأعلى أنواع التعظيم ، فيجب علينا أن نعظم من عظمه الله تعالى وأمر بتعظيمه .. نعم يجب علينا أن لا نصفه بشيء من صفات الربوبية ورحم الله القائل حيث قال :
دع ما ادعته النصارى في نبيهم :: واحكم بما شئت مدحاً فيه واحتكم
Perbedaan Antara ‘Kedudukan Khalik Dan Kedudukan Makhluk (3-tiga)
Adapun Al-ghuluww ” berlebih-lebihan ” berupa kesungguhan dalam mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, menaatinya, dan menegaskan komitmen yang kuat, justru merupakan sikap yang dituntun oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dicantumkan dalam sabdanya – hadits shaheh yang diriwayatkan Imam Muslim (dalam hadits itu disebutkan bahwa kesempurnaan seseorang sangat ditentukan oleh kesungguhan cinta dan komitmennya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, melebihi cinta dan komitmennya pada makhluk lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda,
“Janganlah kamu melebihkan – atau mengistimewakan – aku, sebagaimana orang-orang Nasrani melebihkan (Nabi Isa) putra Maryam.
Maksud yang logis dalam hadits tersebut adalah bahwa jika hanya berupa kesungguhan dalam mencintai Nabi dan mengujinya – tidak mentuhankannya – maka itu tetap baik, bahkan terpuji. Jika tidak demikian, maka maksudnya melarang – kita semua – mengistimewakan dan memuji-muji Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam secara total, dalam berbagai bentuk dan manifestasinya. Tetapi makna dan kandungan yang terakhir ini tidak akan dipahami dan (tidak akan) dikatakan oleh manusia muslim terbodoh sekalipun, apalagi oleh seorang ulama’ besar. Bukankah Allah ta’ala telah memuji Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyanjungnya – di dalam Al Qur’an – dengan pujian atau sanjungan yang sangat tinggi maka kita wajib mengagungkan orang yang diagungkan Allah ta’ala yang juga memerintahkan kita supaya mengagungkannya. Meskipun demikian, tentu saja kita diwajibkan pula untuk tidak menyifati Nabi yang agung itu dengan segala sifat dan karakter Allah ta’ala. Benarlah yang dikatan seseorang – semoga Rahmat Allah baginya : “Tinggalkanlah apa yang diakui orang-orang Nasrani tantang Nabinya. Dan tetapkanlah olehmu, hai manusia, suatu pujian terhadap Nabi dan pertahankanlah (prinsipmu) itu”.
Bersambung.