Muhibbin Prof. Dr. Al Muhadits Al Allamah Abuya Sayyid Muhammad bin 'Alawi Al Maliki Al Hasani

As Sayyid Alawi Al Maliki dan Saudagar Jeddah

Dapatkan beragam kitab-kitab Karangan Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani di website www.kitababuya.com


Abuya As Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki pernah bercerita kepada kami (para murid beliau) bahwa pada suatu hari ayahanda beliau, As Sayyid Alawi Al Maliki mengajaknya mendatangi seorang saudagar terkenal di Arab Saudi yang bertempat tinggal di kota Jeddah (sebuah kota yang berjarak kurang lebih 90 kilometer dari pusat kota dunia yaitu, Makkah Al Mukarramah). Beliau mendatangi saudagar itu bersama seseorang laki-laki dari negeri yaman. Laki-laki itu memohon perkenan beliau agar menyertainya memintakan bantuan dana kepada si saudagar untuk pembangunan masjid atau lainnya. Tentu saja, untuk mengantarkan mereka ke kota Jeddah, beliau mengajak serta sopir pribadinya yang bernama Hamid As-Senigali.

Sesampainya di kediaman Sang Saudagar, mereka cukup lama tertahan di luar karena pintunya tidak segera di buka. Walhasil setelah mereka bertemu dengan shahibul bait, As-Sayyid Alawi menyampaikan kepadanya bahwa maksud kedatangan mereka adalah hendak memohon bantuan dana untuk orang Yaman yang duduk di sampingnya itu. Tanpa diduga, si Shohibul bait dengan tegas menolak permintaan As-Sayyid Alawi. Pendek kata, saat itu ia menunjukkan sikap yang tidak pantas ditujukan kepada sosok semulia As-Sayyid Alawi. Sikap kasar yang ditampakkannya tidak hanya sampai di situ, bahkan ia berani mengusir As-Sayyid Alawi dari rumahnya secara tidak terhormat. Ajibnya, As-Sayyid Alawi tetap menunjukkan sikap lembut terhadap Si Shohibul bait, tanpa memberikan komentar atau tindakan apapun untuk membalas perlakukan kasar Shohibul bait. Dengan tenang, beliau melangkahkan kakinya keluar menuju mobil beliau yang sedang diparkir. Saat itu, Abuya Muhammad yang menyaksikan sendiri kejadian tersebut merasa sangat jengkel dan marah atas sikap kasar Si Shohibul bait. Ingin sekali rasanya ia melayangkan tangannya ke arah Si Shohibul bait, akan tetapi Sang Ayah mengisyaratkan untuk tidak melakukan tindakan apapun. Begitu mobil yang mereka kendarai meninggalkan rumah si Saudagar, Abuya Muhammad mengajukan protes kepada ayahandanya atas sikap diam yang ditunjukkannya. Menanggapi itu, beliau hanya berkata,

“Saya yang salah, saya yang salah”.
Selang beberapa hari dari insiden yang secara lahiriyah membuat hina As Sayyid Alawi dan putranya itu, beliau malah mengajak kembali sang putra untuk menemaninya pergi ke kediaman si saudagar tersebut. Di dorong rasa patuh terhadap Sang Ayah, akhirnya dengan berat hati Abuya Muhammad terpaksa mengijabahi ajakan ayahandanya.

Sesampainya di rumah yang dituju, anehnya si shohibul bait memberikan penyambutan yang jauh berbeda dari yang pertama. Ia menyambut As Sayyid Alawi dan putranya Abuya Muhammad, dengan amat senang, santun dan penuh penghormatan. Terbukti, ia memerintahkan si sopir Hamid As Sinegali, untuk memasukan mobil yang dinaiki As Sayyid Alawi ke halaman rumahnya dan memberhentikannya tepat di depan pintu utama. Dengan tersenyum riang, ia langsung membukakan pintu mobil As Sayyid Alawi dan mempersilahkan masuk ke ruang tamu.

Setelah lama duduk di kursi sofanya yang empuk, As Sayyid Alawi akhirnya mengutarakan maksud kedatangannya. Ia menyampaikan kepada Si Shohibul bait bahwa tujuan kedatangannya sama dengan sebelumnya, yaitu memintakan bantuan dana untuk laki-laki Yaman yang dulu pernah diajaknya dan kebetulan saat itu tidak ikut serta bersama beliau. Shohibul bait langsung mengiyakan semua keinginan As Sayyid Alawi seraya berkata, “Mengapa harus Anda sendiri yang dating kesini, padahal Anda cukup mengirim seorang utusan, dan saya pasti mengabulkannya selama utusan itu dikirim oleh Anda”. Ujar sang saudagar dengan senang. Walhasil, ia memberikan apa yang diminta oleh As Sayyid Alawi, dan bahkan lebih dari itu ia memberi As Sayyid Alawi uang yang banyak sebagai hadiah yang khusus untuk pribadi beliau. Abuya Muhammad tidak habis pikir melihat kejadian yang ganjil itu. Akhirnya, setelah pulang, beliau memberanikan diri bertanya kepada ayahandanya, As Sayyid Alawi. Sang ayah berkata,”Wahai Anakku, begitulah manusia, ada surut pasangnya. Terkadang, kondisi kita tidak tepat saat mendatanginya pertama kali dan sangat tepat saat kedua kalinya. Atau mungkin ketika kita dating kesini pertama kali, ia sedang mengalami problem, dan saat ini tidak. Atau mungkin juga ia belum mendapatkan hidayat saat kita datang pertama, dan sekarang ia sudah mendapatkannya dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Jadi kita tidak boleh bosan-bosan dalam berbuat kebaikan, lebih-lebih dalam membantu orang lain.

Hikmah yang dapat kita petik dari kisah ini amat jelas, seperti yang di nasehatkan As Sayyid Alawi kepada putranya, Abuya Muhammad, bahwa kita harus sabar dan memiliki hati lapang dalam berdakwah dan membantu orang lain. Kita tidak boleh bersifat egois dan bosan selama hal itu mendatangkan pahala dari Allah subhanhu wa ta’ala

Sumber: Habib Mustofa bin Husain Al Jufri
Majalah Mafahim Edisi 34 halaman 47-48

As Sayyid Alawi Al Maliki dan Saudagar Jeddah Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Agus Candra Kurniawan