MuhibbinAbuya.Com - Setelah As Sayyid Alawi Al Maliki, ayahanda Abuya Muhammad, dipanggil kehadirat Allh, majlis taklim yang dipimpin oleh beliau di Rawaq Babus Salam dan di Babul Fath Masjidil Haram menjadi kosong karena tidak ada yang menggantikannya, tak terkecuali putra sulung beliau sendiri, yakni Abuya Muhammad. Selama beberapa hari tempat itu sepi dari hiruk pikuknya para santri, dan sunyi dari suara syekh yang menerangkan kajian kitab.
Karena itu, beberapa Masyayikh Mekkah yang juga teman-teman As Sayyid Alawi mulai mendatangi kediaman Abuya Muhammad di Al-Utaibiyyah. Mereka merayu dan menawari Abuya untuk menggantikan ayahandanya dalam mengajar dan memberi manfaat ilmu kepada masyarakat, agar amal jariyah almarhum senantiasa mengalir kepada beliau, namun beliau tidak langsung mau menerima tawaran tersebut. Alasannya sederhana, beliau tidak mau tampil mengajar atas kemauannya sendiri. Dengan kata lain, beliau tidak gila tahta dan kedudukan, bukan seperti umumnya orang-orang di masa kini. Beliau ingin memperlihatkan kepada orang-orang bahwa beliau mengajar di Masjidil Haram atas perintah para guru beliau.
Pada awal-awal beliau mengajar, banyak dari para hadirin yang mengeluh, bukan karena mereka tidak dapat memahami pelajaran beliau, dan bukan pula karena beliau tidak bisa menyampaikan keterangan dengan baik, tidak seperti itu. Tetapi karena beliau terlalu berwibawa dan terlalu serius dalam mengajar sehingga para hadirin merasa tegang dan takut. Bahkan, tidak jarang dari mereka yang menangis, sebab pelajaran pertama yang beliau sampaikan terkait hadits-hadits tentang pedihnya siksa neraka dan dahsyatnya hari kiamat.
Keadaan hari-hari berikutnya juga seperti itu, hingga salah seorang dari hadirin yang juga aktif dalam taklim ayahandanya mendatangi Abuya dan mengadu kepada beliau, “Wahai Sayyid, para jamaah yang hadir mengeluhkan pelajaran anda, bukan karena mereka tidak paham terhadap penjelasan anda, tetapi karena pembahasan Anda sangat serius dan menakutkan, sehingga banyak dari mereka yang menangis.” Kemudian Abuya berkata, “Terus apa yang harus aku lakukan? Bagaimana biasanya ayahanda As Sayyid Alawi jika mengajar?” Ia berkata, “Biasanya, As Sayyid Alawi dulu membawa cerita-cerita lucu di sela-sela keterangannya.” Mendengar itu, Abuya berkata, “Oh begitu?”
Pada keesokan harinya, mulailah Abuya membawakan cerita-cerita lucu dalam penjelasannya. Para jamaah pun amat senang dan tertawa, dan bahkan tidak jarang dari mereka yang menangis. Hari-hari berikutnya juga berjalan seperti itu, sehingga sebagian dari hadirin kembali mengeluh, namun kali ini bukan karena mereka ketakutan seperti sebelumnya, melainkan karena lucunya cerita yang beliau bawakan. Para hadirin sangat heran dan kagum dengan cara beliau mengajar dan membawakan cerita-cerita.
Salah satunya dari hadirin pernah berkata kepada al-faqir, Ya Musthofa, As Sayyid Muhamad ini pandai sekali dalam membawakan cerita, seolah-olah beliau terlibat langsung dalam cerita yang beliau bawakan, padahal beliau tidak menuntuti kejadian dari cerita itu. Saya saja yang lebih tua daripada beliau tidak menututinya” Ujar orang itu melanjutkan pujiannya terhadap Abuya
Sumber: Majalah Mafahim Edisi 41 Halaman 63
Oleh: Habib Musthofa bin Husain Al Jufri (Santri Senior Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani, Pengasuh Rubath At Thomuhi Al Jufri Sumenep)