MuhibbinAbuya.Com - Abuya Sayyid Muhammad bercerita bahwa Asy Syekh Umar bin Abdil Karim bin Abdir Rasul al Atthar guru para Masyayikh Mekkah saat itu, seperti As Sayyid Abbas Al Maliki, As Sayyid Muhammad bin Husain Al Habsyi dan lainnya mengadakan rihlah (tamasya) bersama para ulama dan Masyayikh Mekkah ke tanah Arofah, sebuah padang pasir indah yang selalu disinggahi para penduduk Mekkah saat berlibur. Walhasil, mereka rutin melakukan hal itu sebulan atau dua bulan sekali untuk menghilangkan rasa penat dan capek dari padatnya kegiatan mengajar. Biasanya, mereka bermalam di sana, sehingga sebelumnya mereka telah menyiapkan beberapa kebutuhan kemah, seperti perlengkapan tidur dan peralatan memasak.
Setelah dua hari dua malam mereka berada di Arofah dan sudah saatnya kembali ke Mekkah, ternyata asy Syekh al Atthar menginstruksikan untuk melanjutkan kemahnya satu malam lagi. Para peserta yang ikut pun mengajukan keberatan kepada beliau dengan alasan persiapan makanan mereka sudah habis, tetapi beliau tetap menginstruksikan untuk tidak pulang. Dengan nada meyakinkan, beliau berkata kepada mereka bahwa beliau siap menanggup dan mendatangkan makan malam untuk mereka. Dengan penuh rasa sam’an wa thoatan kepada sang guru, merekapun rela menambah satu malam lagi bermalam di Arofah.
Prof. Dr. Al Muhadits Al Allamah Abuya Sayyid Muhammad bin 'Alawi AlMaliki AlHasani |
Seusai melakukan ritual, beliau keluar dari kemah tersebut, dan beberapa menit kemudian, beliau menginstruksikan kepada seluruh peserta untuk masuk kembali ke kemah masing-masing. Ternyata, di dalam kemah mereka telah tersedia beragam hidangan dengan aneka masakan yang khas. Kebanyakan dari Masyayikh yang menjadi peserta kemah itu memang sudah mengetahui keistimewaan Asy Syekh al Atthar ini, bahwa beliau sering berkomunikasi dengan makhluk halus sejenis Jin. Setelah makan malam, mereka beristirahat dan keesokan harinya, mereka baru meninggalkan Arofah menuju Mekkah.
Tahun demi tahun terlewatkan, Asy Syekh Umar al Atthar dan para Masyayikh yang ikut serta berihlah ke Arofah saat itu sudah banyak yang wafat, maka si murid yang selalu menemani Asy Syekh ini sekali waktu ingin juga mengadakan tamasya ke tanah Arofah bersama teman-temannya. Di dalam hatinya, ia ingin membuat surprise (kejutan) buat rekan-rekannya, yaitu mendatangkan hidangan mewah seperti yang dilakukan gurunya tempo dulu.
Pada malam harinya, ia pun mulai melakukan ritual. Ia melantunkan bacaan-bacaan yang dulu pernah dihafalnya. Sesaat kemudian, ia kaget bukan kepalang, karena bukan hidangan mewah yang ia dapatkan, tetapi kekacuan. Kemah yang mereka dirikan tiba-tiba roboh, perabotan dapur yang telah mereka cuci berjatuhan ke tanah, dan semua keadaan seba kacau. Tentu saja, kondisi seperti itu, membuat teman-teman takut. Mereka lebih memilih untuk pulang ke Mekkah daripada harus bermalam di Arofah. Dan benar, malam itu juga mereka langsung meninggalkan Arofah. Dan benar, malam itu juga mereka langsung meninggalkan Arofah dan kembali ke Mekkah.
Pada saat beristirahat malam, si murid itu didatangi gurunya, Asy Syekh Umar al Atthar. Saat itu, beliau tampak tertawa seraya berkata, “Apa yang kau lakukan, hai anakku? Bacaan apa yang kau lantunkan? Apakah kamu tau artinya? “Si murid itu menjawab, Tidak, wahai Syekh, saya tidak tahu artinya” Asy Syekh berkata: “Hai anakku, bacaan yang kamu lantunkan itu adalah ucapan selamat dan bahagian. Ketika dulu aku membacanya, saat itu para jin sedang mengadakan pesta pernikahan anak mereka. Akan tetapi ketika kamu mengucapkannya, saat itu mereka sedang dilanda musibah besar, karena pemimpin mereka baru saja wafat. Dalam kondisi seperti itu, kamu malah mengatakan, ‘Selamat, semoga kalian bahagian, dan semoga kalian selalu dalam keadaan begini’. Tentu saja, mereka marah dengan ucapanmu itu! Karena itu, kamu tidak boleh sembarangan meniru jika kamu tidak tahu artinya, atau kamu belum mendapatkan ijazah untuk mengamalkannya”